Lain ladang lain belalang. Lain dapur lain perabotnya hahahaha ga nyambung ya ???
Tapi bener loh?! Permasalahan perabot dapur ini muncul ketika aku masak di rumah mertua. Mau masak bingung beradaptasi. Mana pisaunya, mana telenan, mana tempat garam, mana tempat bawang.... belum lagi berhubung masaknya ditempat mertua, jadi pressure nya lebih tinggi karena ada harga diri dipertaruhkan dihadapan ibunda suami hihihihihi :p
Masih di rumah mertua, ternyata karena memang dapur ini jarang dipakai memasak, lebih banyak hanya difungsikan untuk menghangatkan masakan saja, ternyata pisau yang ada di dapur itu tumpul semua. Jadi teringat waktu Lik Tikah jagoan mama mertuaku didatangkan dari kampung untuk membantu selamatan 40 hari meninggalnya bapak. Dijemput dari terminal kerabat mama mertuaku itu datang membawa karung berisi kelapa, pisau, dan dingklik. (!!!) Dan memang persiapannya itu cukup membantu beliau untuk memasak berkat tahlilan kala itu. Lik Tikah biasa menyiapkan bumbu masakan di lantai dengan posisi duduk di "dingklik". Di hadapannya bawang, kelapa, panci, baskom... Heboh deh hehehe... Yah, memang setiap orang memiliki budaya masak sendiri-sendiri.
Ada yang menarik perhatianku ketika membantu Lik Tikah mengupas dan mengiris bawang, pisau yang ada dipakai olehnya tampak jadul, tanpa merek, tapi enak sekali dipakainya. Aku jadi teringat jaman aku belum menikah dulu, di dapur mamaku selalu ada pisau pasar, biar jelek, jangan diremehkan ketajamannya. Setiap beberapa waktu kadang mbak asisten rumah tangga mengasahkan pisau itu ke pasar, atau dia asah sendiri dengan batu cobek.
"pisau madura, si pisau pasar asisten rumah tanggaku"
Sekarang, dengan gaya hidup keluarga generasi yang lebih "modern" pisau dapur lebih banyak banyak corak ragamnya.
"aneka pisau modern"
wah nongol juga pisau keramatnya mbak anti, huehehehe...
BalasHapus